Cerbung Kopi Hitam

Well, hello fans? hahaha kali ini aku bakal ngepost Cerita bersambung yang sudah aku posting sebelumnya di fb.
di mulai dari part 1 sampai part terakhir yang ada di fb sudah di masukkan disini.
episode 8, yaitu episode yang belum di tulis. berhubung ane juga lagi nyambi nulis skripsi. jadinya nyendat-nyendat hahaha :v

oke, yang tidak berteman di fb, bisa add saya di Yuiri Gabstein Scwann
^^'
silahkan baca cerita2 lainnya di note atau status ane. hehehe.
bagi yang belum berteman di fb bisa langsung baca aja CerBung di bawah.. Selamat Membaca,,

Tips*: paling seru bacanya di temenin kopi :3

Episode 1

Hujan turun dengan lebatnya membasahi kota Medan keseluruhan. Aku yang baru pulang dari kampus hari itu bernasib sial. Aku lupa membawa payung.
angkot yang biasa aku tumpangi tak terlihat mangkal di tempat biasa. aku berdiri di pinggiran kedai mie balap. sesuai dengan namanya, sang koki memasak dengan sangat lincah. tangannya seperti menari-nari di atas kuali dengan sutil. sang asisten juga tak mau kalah ia memotong sayur mayur dengan kecepatan penuh bak koki profesional. kedua pekerja itu bekerja sangat rapi dan ligat. banyak perut-perut kelaparan menunggu untuk di sogok makanan.

pelanggannya banyak sekali. dan rata-rata adalah mahasiswa-mahasiswi yang baru pulang kuliah. mereka mengelilingi gerobak mie balap sambil menonton para koki beraksi.sebenarnya aku juga ingin menjadi salah satu penonton mereka, tapi uang di saku hanya cukup untuk ongkos pulang.

langit masih keunguan. entah kenapa sepertinya hari ini hujan betah banget berlama-lama di kota Medan. sejak tadi pagi sudah gerimis dan di selingi hujan lebat di siang hari hingga sore ini.

angkot 74 akhirnya menampakkan kaca spionnya. dari jauh aku sudah melambai-lambai pada supirnya agar tidak melewatiku. karena angkot 74 ini sangat langka dengan jumlah penumpang yang ramai. jika tidak cepat maka kita hanya akan duduk seperempat pantat saja.

aku duduk di depan dekat supir, memangku tas yang berat karena membawa laptop.

bajuku sudah basah semua. tanganku sampai gemetaran menahan dingin. sudah di pastikan aku bakal bersin-bersin malam ini. dan jika besok masih juga hujan, tidak di ragukan lagi biduranku bakal muncrat di sekujur badan.

angkot terus melaju tanpa memperdulikan orang-orang yang menyetopnya. rupanya bagian belakang angkot sudah penuh. untung saja aku duduk di depan. jadi tidak bersempit-sempitan.
ku keluarkan handphone dari dalam tas dan mulai mengecek kotak pesan.

"hs..." desahku pelan.

tak ada satu pun pesan yang mangkir di kotak pesanku hari ini. sudah berpuluhan kali dalam seminggu ini aku mengirim pesan kepada Ziya namun ia tak membalas satu kali pun.

Ziya adalah sahabat sekaligus orang yang aku sukai. bukan, dia bukan pacarku. kami hanya berteman dekat. dan aku juga tidak pernah mengatakan kepadanya bahwa aku menyukainya.  sebulan yang lalu ia mengatakan padaku bahwa ia harus pindah kuliah dan ikut keluarganya tinggal di Bandung. namun seminggu belakangan ini ia tak pernah memberiku kabar. kawatir? tentu saja. tapi aku tidak ingin memikirkan hal-hal aneh mengenai dirinya.
aku selalu berdoa agar ia baik-baik saja.

tapi yang membuatku gelisah yaitu, bagaimana jika ia merasa bahwa aku pengganggu? dengan mengiriminya sms setiap hari. jika ia sudah memiliki pacar di bandung, aku sih tidak masalah. aku tidak memiliki hak untuk cemburu atau melarangnya. tapi setidaknya ia memberiku kabar.

Tak lama aku memberhentikan angkot di pinggir jalan dekat dengan gang rumah kontrakanku dan membayar ongkos.
lama aku menatap isi dompetku.

"tinggal seribu... bisa apa?" aku mendesis dan memasukkan dompet kembali kedalam tas.

untunglah hujan sudah tidak turun dengan lebat. sepertinya ia kewalahan hendak sedikit beristirahat setelah seharian penuh bertengger di langit kota Medan. Tinggal gerimis saja yang aku rasakan beberapa kali mendarat di wajahku.

Adzan Maghrib sudah berkumandang dua puluh menit yang lalu. aku mempercepat langkahku agar cepat sampai di rumah kontrakan dan tidak tertinggal sholat maghrib.

sesampainya di kontrakan, aku segera meletakkan tas di sofa dan meluncur ke toilet untuk mengambil Air Wudhu.

"Erka, tadi ada paket untukmu, udah aku masukkan kedalam kamar loh" suara Fiya terdengar jelas dari dapur
"oke" jawabku dan masuk ke kamar.

Di atas tempat tidurku, tergeletak dengan manis sebuah kotak berukuran sedang yang di bungkus dengan kertas kado berwarna merah jambu dan bermotif beruang-beruang manis. Aku akan membukanya setelah selesai sholat maghrib batinku.

setelah mengucapkan salam ke kanan dan kiri, aku memanjatkan doa kepada yang maha kuasa atas segala sesuatu. Meminta dan memohon perlindungan dari segala yang membahayakan tubuhku, martabatku, dan keluargaku. setelah puas memanjatkan doa-doa dan beberapa dzikir, masih dengan memakai mukena, aku membuka kotak manis yang sudah sedari tadi duduk menunggu di atas tempat tidur.

sebelum merobek pembungkusnya, aku memutar-mutar kotak itu mencari 'dari siapa pengirim kotak ini'. tak butuh waktu lama untuk menemukannya.
di sana, sebuah nama terpampang dengan jelas. di tulis menggunakan spidol berwarna hitam. begitu mataku tertuju pada penggabungan huruf-huruf alpabet yang bersatu menjadi satu nama, seketika aku merasa jantungku berhenti sesat.

"Ziya" seruku tak percaya.

***

Episode 2

Aku masih mematung membaca nama 'Ziya' yang tertera di kertas yang kado yang melilit kotak berukuran sedang itu. Setelah seminggu penuh tanpa kabar ia mengirim sebuah kado untukku. Apa ini sebuah kejutan? atau apa? ingin bukan hari ulang tahunku atau tanggal yang penting. ada apa gerangan?
beribu pertanyaan melayang-layang di pikiranku.

Aku buka perlahan kertas kadonya. berusaha sepelan mungkin agar tidak merusak bungkusnya. Sangat sayang jika harus terobek-robek.
begitu kertas pingky bear selesai aku buka, kembali aku buka perlahan-lahan kotak berwarna kayu. masih sangat penasaran dengan pemberian Ziya. gerakan jari-jemariku benar-benar sangat hati-hati. sampai aku mengeluarkan isi kotak itu. sebuah jam tangan cowok berwarna hitam dengan garis-garis kuning kehijauan yang ia berian rupanya. Ini adalah jam kesayangan Ziya. Tak pernah sekalipun aku melihatnya tanpa jam tangan ini. aku tersenyum dan memeluk jam itu erat-erat. sungguh aku merindukan Ziya.

tapi ternyata yang berada di dalam kotak bukan hana jam tangan saja. ada secarikkertas di sana. segera aku membuka dan membacanya dalam hati.

Dear, the sweetest, Erka.
Erka hello, my sweetest. how are you? This week I'm sorry for disappearing from you. I'm very busy. You know what I do? I got a call to help Naruto fight Orichimaru. hahah kidding. : p

kamu pasti bertanya-tanya kenapa aku mengirimu jam tangan kesayangan ku kan? coba ingat ini tanggal berapa? Happy Birtday Beib. hahaha bukan yak? oia lupa kamu kan ulang tahunnya udah lewat. :v

oke, aku gak mau buat kamu semakin penasaran... langsung aja. Erka, kamu ingat kapan pertama kali kita bertemu? saat itu masa orientasi di kampus. kita memakai seragam hitam dan putih seperti eek cicak. yak betul. hari ini adalah tanggalnya. tepat dua tahun sudah dari kejadian itu kita berteman. terima kasih telah menjadi orang yang paling mengerti diriku. paling sabar menghadapi kegoisanku. terima kasih juga atas segala nasehat-nasehat yang tak pernah lelah kau berikan padaku, dan sekali lagi aku berterima kasih atas masakan-masakanmu yang entah kenapa selalu tepat waktu di saat aku krisis moneter. :v #padahal aku yang minta yak?

aku di bandung sehat wal afiat kok. kamu sendiri di sana gimana? kalau kurang sehat ke dokter ya. jangan ngadu sama aku. udah jauh soalnya. tiket pesawat mahal >.< wkwkwkwk becanda kok. #tapi kalau serius bengek juga nih. :v

oia, kamu mesti coba deh jalan-jalan ke sini. walau pun mungkin di sini sangat dingin, gak sepanas medan #kecuali musim hujan :v
tapi di sini pusat kreatifitas loh. duh, cocok banget buat kamu.
andai aja kamu disni. gak kebayang deh, makin lengkap rasanya hidup ini. :D

oia gimana? aku romantis kan? :v
ngirim-ngirim surat >.< hahaha
kita kirim-kiriman surat aja yuk biar klasik gitu :3
aku gak tau mau kirim surat kemana. maaf ya kalau suratnya banyak hal gak pentingnya. :v


Miss you always.


Ziya Ganteng.

tanpa kusadari air mataku telah membanjiri wajah oval ku. Ziya... aku juga merindukanmu tau. ah, sial aku tak dapat menhan air mata ini. sudahlah biarkan saja ia mengalir. yang penting dia baik-baik saja di sana.
dan dia masih seperti ziya yang dulu aku kenal.


aku membuka mukena dan bersiap-siap untuk mandi. aku akan menelfonnya nanti.

"Erka.. ada tamu nih buatmu..." fiya muncul dari balik pintu kamar dengan wajah pucat pasi.
"ada apa? kok kamu..."
"Bapak tirimu..." bisik Fiya

Deg..

aku langsung terdiam membisu. orang yang selama ini  aku jauhi datang menghampiriku. Apa maunya? kenapa ia bisa tau alamat kontrakan ku? apa pun yang terjadi, aku harus hati-hati.


****

 Episode 3

ku sibak kain selendang yang menutupi pintu kamarku. di sana, di ruang tamu yang selalu kami bersihkan setiap pagi, duduk seorang lelaki paruh baya dengan uban-uban yang mulai bermunculan di antara helaian rapi rambut berwarna hitam. Dia bapak tiriku. yang baru saja menikahi mama dua bulan yang lalu.
ceritanya singkat. Papaku sakit parah dan membutuhkan biaya yang besar untuk menyembuhkannya. dengan berat hati mama meminjam uang dari lelaki ini. dia memberikannya dengan suka rela tanpa persyaratan. tapi takdir memang tidak bisa di elakkan. Papa tetap menemui ajalnya.
Saat itu mama tidak mempunyai pekerjaan. hanya seorang ibu rumah tangga yang menggantungkan nasib di tangan suami tercinta. setelah kepergian papa, mama mati-matian cari pekerjaan namun tidak ada yang cocok untuk di kerjakan. saat itu lah pria Jahannam ini datang menagih uang yang kami pinjam untuk pengobatan papa. tentu saja kami tidak bisa mengembalikan uang pinjaman karena memang tidak punya uang. tapi pria ini memang sangat licik.
Dia meminta mama untuk menikah dengannya. dengan begitu kami akan bebas dari hutang. walau berat, tapi setelah lima bulan kepergian papa, akhirnya mama terpaksa menerima pinangannya. dan resmilah mama menjadi istri keduanya.

Aku bisa apa?

Ku lihat kehidupan mama lebih baik sekarang. Beliau tidak perlu bekerja dan hidup tenang. Itu yang ku tau. Makanya aku tak menentang pernikahan itu.
lupakan soal kehidupan rumah tangga mereka.

Aku masuk ke dapur langsung membuatkannya teh manis. Fiya datang mendekatiku dan berbisik-bisik

"biar aku aja yang buat tehnya, ada hal penting yang bapakmu mau sampein kayaknya" Fiya menatapku menyakinkan.

"aku aja deh, aku sengaja kok biar gak langsung ketemu. aku gak tau harus gimana soalnya... kami nyaris gak pernah ngobrol tau"

"iya aku paham..." Fiya mengangguk kecil dan menggigit bibir bawahnya. Fiya satu-satunya orang yang tau mengenai cerita keluargaku. Makanya dia ikutan tidak nyaman dengan kehadiran si bapak jahannam yang sangat tiba-tiba ini.

Segera aku membawa teh yang masih panas ini kepada bapak tiriku.
Begitu sampai di ruang tamu, aku merasakan hawa yang sangat mencekam. tatapan matanya sangat tajam seakan ingin menusukku. aku letakkan teh manis di hadapannya. tapi tiba-tiba saja ia meraih tanganku dan menggenggamnya erat.

"tanganmu halus" serunya seraya sedikit mengusap punggung tanganku
Sontak aku menarik tanganku darinya. Namun tidak berhasil. Genggamannya sangat erat dan menarik tanganku darinya sama saja dengan menyiksa diri sendiri. Kurasakan besi dari cincin-cincin batu yang ia pakai seperti mengulitiku. Sakit.

"bapak mau apa tiba-tiba datang kesini?" tanyaku. terdengar jelas dari perkataanku saja aku ketakutan. suaraku gemetaran dan gigiku sedikit beradu.

"duduklah dulu Erka, di sampingku" pintanya. masih menggenggam tanganku dengan erat dan matanya sama sekali tidak berkedip menatap wajahku.

"aku duduk di sini aja" kataku hendak duduk di kursi seberang meja. tapi ia menarikku dan membimbing langkahku dengan paksa agar duduk di sampingnya. "bapak tau dari mana alamat kontrakanku?" tanyaku

"jangan tergesa-gesa Erka" katanya dan membelai kepalaku. Dan aku hanya diam tidak tau harus bersikap apa. Bagaimana pun dia adalah orang tuaku sekarang. "bajumu sedikit basah, kamu kehujanan? baru pulang kuliah?" tanyanya. Kini tangannya merangkulku. Aku segera berdiri namun ia menarikku dan mendudukkan ku kembali di sisinya.

"iya" jawabku penuh dengan penekanan

"mandilah dulu dan ganti bajumu. nanti kamu masuk angin" katanya lagi. Dapat kurasakan jemarinya memijat-mijat pundakku.

"pak" kataku dan sedikit bergerak menjauhinya juga menyingkirkan tangannya dari tubuhku "bapak mau apa? jangan mengulur waktu. aku banyak tugas kuliah yang harus di selesaikan"

"wah, wah, bapak mau di usir? berani sekali kamu"

"aku gak bermaksud begitu, pak. pokoknya ada apa?"

"baiklah, langsung ke poinnya saja..." sekarang ia menyeruput teh buatanku dan kembali menatapku "bapak punya teman... dia adalah seorang direktur perusahaan yang akan bekerja sama dengan perusahaan bapak" ia berhenti sejenak dan menarikku kembali untuk duduk di sampingnya. tapi aku dengan tegas melepaskan tangannya dan tetap berdiri. memandangnya dari atas. "apa sopan seorang anak berperilaku seperti itu kepada bapaknya?"

"iya aku duduk tapi di situ" kataku dan mulai berjalan ke kursi di seberangnya. tangannya dengan cepat menarikku hingga aku terjatuh dalam pelukannya.

"disini saja" perintahnya. aku memberinya gerakan-gerakan memberontak namun ia berbisik di telingaku "jangan membuatku melukai mamamu, ya"
kembali aku terdiam dan menatapnya penuh kebencian

"kenapa dengan temanmu pak?"ia mendekap tubuhku erat seakan ingin meremukkan tulang-belulangku

"dia punya seorang putra..."
aku langsung paham kemana arah pembicaraan kami. aku langsung mendorong tubuhnya sekuat tenaga

"kau ingin menjualku demi perusahaan mu?" tanyaku sedikit membentak

"menjual? aku tidak sekejam itu. lebih baik kau dengar saja bapakmu ini sampai selesai" katanya dan mengelus janggutnya. syukurlah ia tidak mendekapku lagi. "anaknya itu sakit, badannya lemah. tapi dengan kelemahannya itu dia tetap bekerja di perusahaan ayahnya tanpa mengeluh. tapi ada satu hal yang sangat di kawatirin oleh temanku itu. kau tau apa? umur anaknya yang mungkin pendek. sedangkan umur temanku itu juga tidak muda lagi..."

"lantas?" tanyaku mulai penasaran

"pemuda itu tidak tertarik dengan wanita manapun. sudah lelah temanku memperkenalkannya dengan perempuan-perempuan cantik, montok, ck.. kalau aku pasti tidak akan menolak" katanya dan kembali meminum teh manis.

ya, kau kan mata keranjang. gila wanita dan berotak kotor. batinku.

ia meletakkan gelas yang sudah kosong itu dan mengusap mulutnya yang basah setelah meminum teh. "juga model-model, dan pramugari. alasannya adalah... 'aku tidak berumur panjang, hanya akan membuat perempuan-perempuan itu menjadi janda muda. lagian mereka hanya ingin hartaku. perempuan seperti itu tidak akan memberikan bibit generasi yang baik untuk keluarga ini' begitu katanya" bapak tiriku ini melirik jam tangan dan kembali bercerita
"temanku ingat, aku punya anak tiri perempuan.. iya kau" katanya dan melirikku

"kau ingin menjodohkanku dengannya?"

"kau tidak mau? berikan ia keturuan. maka hartanya akan melimpah secara keseluruhan untukmu saat ia meninggal"

"bapak ini ngelantur ya! aku tidak mengenal anak itu. tidak bisa! pokoknya tidak bisa. bukankah itu sama aja,,, kau mau hartanya melalui bantuanku"

"hei jangan ngamuk. aku sudah kaya.. kenapa harus mengambil harta orang. aku bilang hartanya akan jatuh padamu. aku memberimu kekayaan. untukmu Erka, bukan untukku.. aku hanya ingin membantunya dan bekerja sama dengan perusahaannya. menurutku akan lebih baik jika perusahaan ini semakin erat dengan hubungan perbesanan... bukan kah itu bagus?"

"tidak.. jangan mengatur masa depanku" kataku berdiri

PLAKK

"AKU BAPAKMU" ia berdiri dan menamparku kuat sampai aku terjatuh ke sofa tempat kami duduk tadi. "jangan menentangku dan patuhi aku" katanya lagi.
aku memegangi pipiku yang sangat panas bekas tamparannya. rasanya sakit sekali. airmataku berlinang di pipi. tapi aku tidak bisa mengeluarkan suara tangisan. tubuhku gemetaran ketakutan.

"jangan menolak perjodohan ini" katanya di telingaku dan pergi tanpa berpamitan.

Brakk
pintu rumah di banting. Fiya keluar dari dapur dan memelukku
"maaf ya Ka, aku gak keluar dari dapur untuk menolongmu" katanya
"gak apa-apa kok... malah kalau kau keluar, aku takut dia memukulmu juga Fi"
"yaudah, pasti pipimu sakit.. di kompres dulu pake es.. aku ambilin ya..." Fiya meninggalkanku.
aku masuk kekamar dan mengehempaskan tubuhku di kasur.

aku masih memegangi pipiku yang semakin terasa panas. air mata ini benar-benar tidak bisa lagi di tahan. aku menangis sesengukan menahan sakit
fiya masuk kekamarku dan langsung mengompres pipiku.

"bapakmu gila ya... kenapa memukulmu? kau kan perempuan. di wajah lagi. wajah perempuan itu ya, setahuku sih paling haram untuk di pukul" fiya mengusap-usap kepalaku lembut. aku tak menggubrisnya dan terus menangis dengan menutup mataku dengan pergelangan tangan. "maaf aku lancang mendengar obrolan kalian, kalau boleh tau... kau gimana? soal perjodohan itu?"

"entah" jawabku

"menurutku, tidak ada salahnya kau mencoba Ka" seru fiya hati-hati

aku langsung membuka mata dan menatapnya aneh.

"aku punya orang yang ku sukai" kataku

"aku tau... aku bilang kan mencoba. tenang saja, menurut cerita yang di katakan bapakmu sih, anak itu gak mau menikah. jadi, yah... setidaknya kan menambah teman. kalau orangnya tidak menyenangkan untuk di ajak berteman, ya gak usah di lanjutkan pertemanannya. simple"

"mudah banget ya ngomongnya.. aku gak bisa fiya, perasaanku ini hanya untuk... well, sudah ada pokoknya"

"pacar?"

"ya bukan sih"

"yaudah.. pokoknya coba dulu. cuma saran loh" kata fiya dan keluar dari kamar. "jangan lupa mandi ya, nanti masuk angin"

aku terdiam memikirkan kata-katanya. memang sih, gak salah mencoba untuk sekedar berkenalan. tapi rasanya hatiku belum siap untuk mengenal orang lain dalam hal ini. tapi, dari pada si lelaki brengsek itu menyakiti mama karena menentangnya. mungkin aku akan melakukannya, perjodohan itu.
ku raih handuk dan bersiap untuk mandi.

***

Episode 4
Air terasa sangat dingin saat menyentuh kulitku. Sensasi dingin itu sampai ke dalam hati. Hari ini memang murni bukan hari kesialanku setelah mengingat kehadiran kado dari Ziya merupakan hal yang sangat istimewa.

Tapi, dari mana sebenarnya Bapak tau alamatku?

Mama saja tidak aku beritahu, apa jangan-jangan dia menguntitku? apa aku harus pindah kontrakan saja? huft... tapi pasti dia bakal tau lagi.
lagian sayang juga, udah bayar kontrakan selama setahun.

Malam ini, aku sama sekali tak berselera makan. pipiku masih merah akibat tamparan yang luar biasa sakit itu. mungkin besok bakal memar.

Soal tugas yang aku katakan pada bapak, aku bohong. itu hanya alasanku untuk membuatnya pergi dari kontrakan.

sepertinya hujan sudah berhenti. tidak terdengar lagi setetes hujan pun di luar. dari balik jendela, terdengar dengan jelas kodok-kodok dan hewan lainnya bernyanyi gembira. ya, akhirnya setelah seharian hujan tanpa jedda, air dari langit itu berhenti juga.

Setalah sholat isya, aku membalut tubuhku dengan selimut dan sarung. Mungkin cuacanya tidak sedingin itu, tapi hatiku yang kedinginan. aku tidak tau perasaan ini apa namanya. Perasaan ketika kau ingin di peluk seseorang, sekujur tubuh rasanya mengigigil dan perutmu sakit namun kenyang. perasaan ketika kau merasa sangat ingin menangis dan membisu secara bersamaan.

"Ka, kamu udah bobo?" suara fiya terdengar dari kamar sebelah. aku hanya diam tak menanggapinya.

Saat ini aku hanya ingin sendiri. Mungkin saat ini Fiya sangat mengkhawatirkan kondisiku. jahat sekali aku mencuekinya. walau pun saat ini aku juga sedang ingin di peluk dan di perlakukan dengan hangat oleh seseorang, tapi harga diriku terlalu tinggi untuk meminta itu dari Fiya.

Aku mendengar suara samar tapi aku tau, fiya sedang turun dari tempat tidurnya dan keluar dari kamarnya. langkah kakinya berhenti di depan kamarku. aku masih memejamkan mataku dan berfokus pada suara gerakan dan langkah fiya. mungkin sekarang dia sedang ragu-ragu untuk mengetok pintu kamarku. nafasnya juga tidak beraturan. aku mendengar semuanya dengan jelas karena malam ini sangat hening. entah sejak kapan kodok-kodok itu berhenti bernyanyi.

akhirnya Fiya membuka pintu dan masuk kedalam kamarku.
"Ka..." serunya dan langsung duduk di pinggir kasur. "Ka, masih butuh kompres es?" tangannya melingkari badanku.
"aku gak apa-apa kok Fi, makasih ya..." kutarik selimut untuk menutupi wajahku. saat ini aku terlihat sangat tidak berdaya dan enggak keren sama sekali.
fiya tidak mendengarkan ku, alih-alih dia memelukku dan mengusap punggungku
"aku dulu juga pernah di pukul, rasa sakitnya tuh bukan di fisik... tapi di hati... yang sabar ya" katanya. kini ia menepuk-nepuk pundakku.

Baru kali ini ada orang lain yang membuatku sangat nyaman selain mama. kembali aku memejamkan mataku dan sekali lagi air mataku berlinang. Ingin rasanya bilang "makasih Fiya" tapi kalau aku memaksakan diri untuk mengatakannya, hanya akan membuat aku semankin terisak.
maka aku hanya bisa diam dan meringkuk dalam selimut.

Keesokan harinya di kampus, aku duduk di halaman Biro sambil membaca buku Konseling rekomendasi dari dosen. Tak seperti kemarin, hari ini tidak hujan. walau pun tidak panas, tapi sungguh menyenangkan duduk di rerumputan sambil membaca buku di temani secangkir kopi. yah, siang ini aku lebih memilih minum kopi untuk mengganjal lapar. bukannya tak punya uang, malas sekali rasanya memakai uang pemberian Bapak tiri. aku bahkan mengusahakan untuk segera mendapat pekerjaan agar semester depan Bapak tidak mengeluarkan uang. Rasanya seperti berhutang. aku benci sekali memiliki hutang, apa lagi dari orang yang seperti dia.


kembali tersirat di kepalaku masalah perjodohan kemarin. Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? andai saja Papa masih hidup, hal konyol seperti ini enggak perlu terjadi.

"yo! ai, ar, key, ei... erkey... what's up beib..." Armin si pemilik wajah batak seribu persen namun gila bahasa inggris datang menghampiriku membawa sekantung gorengan. ah sial, aku sampai menelan ludah.

"baru keluar kelas?" tanyaku

"yes i'am... and you? what are you doing here?" ia duduk dan langsung membuka bungkusan plastik. aroma gorengan menyeruak keluar semakin membuat perutku berbunyi.

"kau tengok lah sendiri, kira-kira aku lagi apa?" jawabku dan langsung menyambar tahu isi dan sebungkus saus cabai.

"reading a book.." katanya. wajahnya menunduk-nunduk mencoba membaca judul buku yang ku baca

"buku Konseling" kataku kembali menikmati gorengan yang ia bawa

"ohh i see..."

Dulu aku, Ziya dan Armin adalah teman dekat yang kemana-mana selalu bersama. walau pun kami semua berasal dari jurusan yang berbeda namun hanya mereka berdua yang aku butuhkan rasanya di kampus ini.

"how's ziya?"

"oh, baru kemarin dia ngirim jam tanganya dari bandung. ingat kan, jam tangannya yang warna hitam itu.." aku tidak tau kenapa, senang rasanya bisa membicarakan soal Ziya.

"why?"

"enggak tau" kataku cepat. aku tidak mau dia berpikir Ziya tidak memperdulikannya karena hanya mengirimi diriku saja.

"look... who's that Man?" seru Armin tiba-tiba. aku langsung mencari sosok yang di maksud armin. matanya terfokus kearah gerbang kampus. "I had not ever seen him before, what he's looking for here? suspicious movements"

"yang mana sih?" aku masih belum ngeh siapa orang yang di maksud.

"you still do not see? he is wearing a black jacket. bike thief?"

"hei gak boleh memvonis orang sembarangan!"kataku. kini terlihat seorang pria memakai jaket hitam. ia seperti mencari seseorang. beberapa satpam sedang berbincang dengannya. apa dia terlibat masalah? ah bodo amat. kembali ku gerayangi gorengan Armin.

"hey, he goes here!" seru Armin

aku masih cuek dan mengunyah risol. semakin banyak cabai gorengan akan semakin terasa nikmat.

"Permisi,,," sebuah suara berat terdengar dari balik punggungku. kaki armin yang selonjoran di sebelahku menyenggol lututku. aku berbalik dan menemukan sosok pria berjaket hitam tadi. mau apa dia? aku tidak kenal. "apa benar anda adalah Nona Erka Jerina?" sambungnya.

"ada perlu apa ya?" tanya Armin. agak kaget juga, kenapa dia yang meladeni? bukannya pria ini punya urusan dengan ku?

"saya di perintahkan untuk mengawal Nona erka jerina mulai hari ini" katanya

Pfff.... Hoek...

sontak gorengan yang sudah ku kunyah dan setengah perjalanan di tenggorokan muncrat keluar.

****

Episode 5

“NONA?!!!” aku dan Armin menjerit bersamaan.
Aku di panggil nona. Lelucon apa ini. Lagian dia bilang akan mengawalku. Kau bercanda? Siapa yang mau membayar orang untuk melakukan hal menggelikan ini?

Deg..

Tiba-tiba bayangan wajah Bapak terngiang di kepalaku. Apa ini ulah lelaki itu? Apa ini salah satu bukti keseriusannya mengenai Perjodohanku?

Lebay deh.

Menjijikkan.

“Maafkan atas kelancangan saya nona Erka, saya belum memperkenalkan diri. Nama saya adalah Muhammad Nuh Sulaiman” lelaki itu kini berdiri di hadapanku dan memperkenalkan dirinya dengan sangat hormat. “Anda bebas memanggil saya dengan panggilan apa saja. Saya berasal dari Akademi Militer Angkatan Darat yang berlokasi sangat di rahasiakan. Mulai hari ini saya akan menjadi pengawal Nona Erka. Dan mulai hari ini juga saya akan bertanggung jawab mengenai kehidupan Nona Erka sampai tiba saatnya bagi nona untuk menemui Calon tunangan Nona Erka” katanya panjang lebar.

Tentu saja aku dan Armin melotot.

“calon tunangan?” desis Armin kemudian ia menatapku.

Terjadi keheningan yang agak panjang.

“kamu? Bertunangan?” tanya Armin memastikan. Dahinya berkerut tak percaya. Aku hanya diam tak menjawab. Bukan, aku tidak tau harus berkata apa. Bahkan aku belum setuju untuk di jodohkan atau tidak.

“Ya, bahkan saya membawa surat perintah langsung dari atasan saya yang mengutus saya” lelaki yang mengaku bernama Muhammad Nuh Sulaiman ini kemudian mengeluarkan selembar kertas dari dalam jaket hitamnya.

“jangan bercanda! kenapa kau gak pernah cerita sama aku masalah penting begini!!!” bentak Armin. Aku tidak tahu alasan kenapa dia membentakku. Ini sedikit aneh. Jika dia marah karena aku tidak mengabarinya, oke itu masuk akal. Tapi bukan mauku juga untuk merahasiakannya. Hal ini masih menjadi pertimbanganku. Aku belum menyetujuinya.

“a… aku tidak punya maksud untuk merahasiakannya” suaraku terdengar kecil.

“we need to talk…” seru Armin dan berdiri meninggalkanku bersama lelaki aneh ini. Kemudian ia berbalik dan menghela nafas pendek “now Erka!”

“okey! I got it” jawabku mengikutinya.

Langkahnya jauh-jauh. Aku sedikit kesusahan mengejarnya. Setiap langkahnya itu seperti menyibak rumput-rumput.

tak jauh dari tempat kami duduk barusan, ia berhenti membelakangiku. aku juga berhenti dua meter dari ia berdiri. masih membelakangiku, ia berkacak pinggang dan tangan kanannya memijat-mijat keningnya. aku juga tak melakukan apapun. hanya menunggunya untuk berbicara. terjadi keheningan yang cukup lama. angin berhembus sedikit kencang. langit mulai berwarna kegelapan. mungkin bakal turun hujan lagi. cuaca memang tidak bisa di prediksikan.

"kau serius soal tunangan itu?"

Deg,,,

Pertanyaan itu seperti kembali menyadarkanku dari sesuatu yang penting. kalau di tanya begitu, aku juga bingung mau jawab apa. aku masih belum memutuskan akan bagaimana soal perjodohan yang sangat tiba-tiba ini. mungkin aku akan mencoba untuk mengenal anak lelaki itu, mengingat nasib mama berada di tangan si Jahannam. tapi aku gak menyangka akan terjadi secepat ini.

"mungkin" kataku asal.
ia berbalik dan menatapku

"kau ragu?" tanyanya

"mungkin aku akan mencobanya" aku membuang pandanganku ke hamparan rumput yang tak seberapa luas.

"Erka yang aku tau tidak pernah ragu dan melakukan apapun dengan alasan 'coba-coba'. are you okay?"

"Armin, aku juga gak pernah tau kalau kau punya sifat kayak gini!" aku mulai kesal

"kayak gini? kayak gimana?" pertanyaannya itu semakin membuatku jengkel "sebenarnya, kau mau ngomong apa sih? to do point aja!"

"oh, ok... aku suka samamu! suka aku sama kau, tau kau?!" ia membentakku.
Apaan nih! pernyataan cinta apa ini? kok pake acara marah-marah? kombinasi yang aneh. Dia suka sama aku? yang benar aja! Sejak kapan? Kita kan cuma ngumpul bareng doank. Lagian aku selalu dingin kepada Armin. hanya bersikap sewajarnya.

"kalau mau bercan..."

"aku gak becanda, bodoh!" potongnya "aku memperhatikanmu! dari awal kenal aku udah suka sama kau! kau ingat? waktu kita masih semester dua! waktu itu juga musim hujan kayak gini. kau tinggalkan payungmu di kerdus. ku pikir, untuk apa kau kayak gitu! kenapa kau buang payungmu? kau kan masih membutuhkannya, hujan juga lagi deras-derasnya. kau pulang sambil lari karena hujan. waktu aku liat isi kerdusnya, ternyata ada empat ekor anak kucing. satunya belang, ada yang putih, dan dua ekor lagi berbulu kuning"

Deg...

ah, aku ingat kejadian itu. jadi dia ada disana waktu itu? aku kira tidak ada siapa-siapa.

"kau tau gimana kabar anak kucing itu?" tanyanya

"di pungut orang..." setauku besoknya kucing-kucingnya memang gak ada. sempet berpikir juga di lindes angkot atau truk, tapi aku juga berpikir mungkin di pungut sih. eh, jangan-jangan... "jangan bilang kau yang ngadopsi?"

"tuh udah pada gede di kost" serunya

"ouh..." sangat menyentuh. ia menatapku dalam seakan ingin masuk kedalam diriku. "makasih udah ngadopsi kucing-kucingnya" aku tak berani menatap matanya, tatapannya yang lurus itu seperti sedang membidik sasaran dengan senapan. Kenapa aku merasa di wajahku ada titik penyerangan?

"untuk apa berterima kasih? toh itu bukan kucingmu"

"ya... pokoknya makasih aja"
kenapa kami mengobrol dengan tegang seperti ini?

"Erka, aku memang memperhatikanmu. aku juga gak tau soal perasaanmu seperti apa kepadaku juga seperti apa. aku cuma menyampaikan apa yang aku rasain. aku juga gak mau kau nolak aku atau nerima aku karena aku bukan lagi nembak kau. aku juga gak berencana mau ngomong kayak gini sekarang, aku mau ngomong soal perasaan aku sama kau pas wisuda nanti di depan seluruh Mahasiswa kampus dan Dekan juga orang tua. tapi karena ada kejadian kayak gini... ya aku terpaksa bilang! pokoknya sekarang kau tau aku suka sama kau. aku cuma enggak mau kau salah memilih. bukannya aku mau bilang kalau calon tunanganmu enggak bagus. aku juga gak tau kayak apa dan siapa dia, setidaknya kau tau dan bisa memikirkan..." ia berhenti sejenak dan mengalihkan matanya kebawah "aku.." lanjutnya.

"...." aku masih diam. bukannya tidak ingin merespon, aku juga tidak memprediksikan hal ini. pengakuan cinta dari sahabat sendiri? aku kira dia gak melihatku dengan tatapan seorang Pria.

"terserah lah..." katanya dan pergi meninggalkanku

"Armin... Armin..." aku mengejarnya.

hei! kakiku bergerak sendiri. kenapa begini?

"tunggu dulu" seruku dan menarik tasnya.

"ada apa? aku udah mengatakan apa yang harus dikatakan..." wajahnya memerah. apa dia malu? ah bodohnya aku. tentu saja kan!

"iya, dengarkan aku dulu" aku menarik nafas dalam " makasih atas perasaanmu... saat ini... aku memang sedang menyukai seseorang, tapi aku gak tau orang itu menyukaiku atau tidak. lagian, jika dia membalas perasaanku.. akan terlihat aneh. tidak perlu tau orangnya siapa. aku berkata begini juga bukan untuk menolakmu. karena kau, sahabatku. kau harus tau kan? aku... benar-benar gak pernah berpikir untuk merahasiakan apa pun kecuali identitas orang yang aku suka. mungkin, aku akan bilang tapi bukan sekarang. sampai saat itu tiba, jangan bertanya soal 'siapa orangnya' ok?" aku tersenyum dan kembali menemui sang Pengawal. kita sebut saja begitu.


Gelegarrr...

itu suara petir. mungkin aku pulang aja. lagian sudah gak ada mata kuliah siang ini. dan mengurus masalah yang baru saja tiba.

Pengawal Pribadi??

are you Kidding me?


****

episode 6

Keesokan harinya aku datang ke kos Armin sekitar jam tujuh pagi membawa sepotong sandwich untuk Armin dan ikan untuk kucing. aku datang sendirian tanpa di temani oleh pengawal aneh.
Gerbang kosnya tidak terkunci. Aku langsung masuk dan mengetuk pintu.
Seperti kebanyakan kos laki-laki pada umumnya, halaman rumah kos ini sangat jorok. sampah dimana-mana dan banyak pasir di terasnya. Aku heran, kenapa laki-laki itu tidak bisa menjaga kebersihan sih? penyakit itu datang dari tempat yang kotor, seharusnya mereka sudah tau kan?

Tok tok tok...!

tidak ada yang menjawab. aku mencoba mengetuk lagi dan masih juga tidak ada yang menjawab.
ku raih handphone dari dalam saku dan mencoba menelfon Armin, cukup lama aku ia mengangkat telfonku. sebuah suara malas terdengar dari seberang sana.

"halo..siapa?" dia baru bangun. satu lagi kebiasaan laki-laki. hampir rata-rata kaum adam tidak bisa bangun pagi. bukankah bangun pagi itu juga menyehatkan? mereka ini makhluk dari planet mana sih?

"ini aku, kau dimana? aku di depan kosmu" kataku langsung.

hening sejenak dan terdengar langkah kaki yang terburu-buru dari dalam rumah menuju pintu.

Ceklek...

pintu terbuka dan terlihatlah Armin dengan tanpa baju atasan dan bawahan yang hanya memakai sarung merah khas batak.
matanya melotot tak percaya aku datang ke kosnya. rambutnya acak-acakan dan masih ada kotoran di ujung-ujung matanya. ia bahkan tak sadar tangan kirinya masih menggenggam Handphone dan bantal guling yang terdapat banyak bercak-bercak pulau tak terdaftar dalam peta dunia.

angin bertiup pelan dari dalam rumah. tercium bau tak sedap dari dalam rumah.

iuh....

aku langsung menutup hidungku dan menyipitkan mata, memandang hina dirinya.

"Bau!!" seruku

Armin langsung sadar dari lamunannya dan kabur pontang -panting kebelakang.

kenapa mereka betah hidup seperti ini.

"tunggu...! tunggu! jangan masuk dulu...." jeritnya dari dalam Kamar Mandi.

"gak usah di larang, aku juga gak mau!!" aku masih menjepit hidungku dengan tangan dan melihat ke sekeliling ruang tamu.
aku pernah ke sini waktu masih semester tiga bersama Ziya. seingatku dulu tidak seburuk ini.
setidaknya aku tidak perlu sampai menutup hidung.

tidak sampai lima menit Armin sudah selesai mandi dan berpakaian. namun kakinya masih di tutupin handuk.

"kok gak bilang mau datang! kaget aku" serunya dan langsung membereskan ruang tamu dari piring-piring bekas pakai yang sudah berjamur-jamur. ah, rumah ini gak layak huni.

"emangnya kalau aku bilang mau datang, kau mau apa? lagian setelah kejadian itu apa aku dikasih kemari?" tanyaku sambil memperhatikan kesekeliling ruangan lebih dalam.
ada sebuah tv mungil berantena yang di letakkan di atas kursi. dinding ruangan di penuhi gambar-gambar metal tidak jelas dan sampah berserakan dimana-mana. aku tidak bisa membayangkan seperti apa kamar mandi kos mereka.

"ya kan aku bisa bersih-bersih dulu! tengok nih, jorok kali. kan malu aku" katanya terus terang sambil terus membersihkan rumah.

"aku mau liat kucing" kataku

ia terdiam dan melirikku

"kau curiga?" tanyanya
"curiga? atas apa?" aku mengernyitkan dahi. apa maksud anak ini.

"kucingnya baik-baik aja. walaupun aku cuma makan sekali sehari atau cuma dua kali sehari tapi aku tetap kasih kucingnya makan dan kucingnya gak di makan"

"HAH?!!! apaan sih! sama sekali gak kepikiran kesitu"
gila ini orang.

"sebentar aku sapu dulu" ia berjalan cepat dan tiba-tiba saja handuknya terjatuh ke lantai.

aku langsung menjerit dan menutup mata.

"aaaaaaaaaaaaaa............" aku menjerit dan buang muka.

"hahaha ayo liat ayo liat..." Armin mendekatiku dan membuka katupan tanganku sambil bergoyang-goyang.

"aaa... bodoh, bodoh, bodoh...!!!" ia berhasil membuka katupan tanganku tapi aku masih memejamkan mata.

"aku pakai boxer kok... gak usah mesum gitu ah..." serunya meniru suara banci "eyke kan malu"

aku membuka mataku dan melirik ke kakinya dan menutup mataku kembali

"itu SEMPAK paok" jeritku

"eh,,," dia langsung menjerit dan kembali masuk ke kamarnya. handuknya di biarkan tergeletak tak berdaya di lantai.

aduh... bodoh ya!

###

kami sampai di halaman dapur. tidak terlalu jorok seperti ruangan utama tadi, mungkin faktor jarang di pakai. hanya tempat cuci piring yang banyak sekali piring dan gelas menumpuk. pintu belakang di biarkan terbuka agar angin masuk menggantikan hawa tak sedap yang ada di dalam rumah. Tiga ekor kucing bermain-main di halaman belakang. satunya cuma tiduran di bawah kolong rak piring. aku duduk di lantai bersama Armin.

"nih.. makan" kataku seraya menyerahkan sandwich yang sudah ku buat dari kontrakan kepada Armin
"tumben... makasih" katanya menerima tupperwere yang ku sodorokan.
"aku juga bawa makanan untuk kucing, tadinya cuma mau bawa untuk kucing. tapi entar kau iri pulak sama kucing-kucing ini... jadi kubawakan sekalian" bersama Armin membuatku merasa seperti bersuku Batak.aku juga mengeluarkan sekotak makanan kucing. sebenarnya sisa ikan kemaren.
"yah, kalau cuma bawa ikan untuk kucing mungkin aku juga ikut makan ikannya..." seru Armin dan tertawa kecil
"bodoh" kataku "puss puss puss..." kucing-kucing mulai berdatangan dan bermanja-manja di kakiku. bahkan kucing putih yang sedari tadi bermalas-malasan juga bangun untuk meminta makan.
"yang putih ini namanya Kaneki, yang kuning kembar ini Migi dan Mega, yang belang tiga namanya Dosa" serunya
"Dosa? kok dosa??" aku memandangnya kaget. Nama apa itu? kucing cantik begini di namain Dosa.
"karena mereka anak di luar nikah!" jawabnya datar tanpa merasa ganjil
"hah...!"
sebenarnya Armin udah bangun atau masih tidur? jangan-jangan dia merasa ini adalah mimpi? argh... cuma tuhan yang tau isi kepalanya.
"emangnya ada kucing yang nikah pake akad? pake sumpah dan janji suci? kalau begitu semua anak kucing ini pastinya anak diluar nikah kan? kenapa cuma si belang yang di kasih nama Dosa?"
"instingku berkata... yang belang ini yang paling banyak dosa, makanya belang"

Oke, Enggak Nyambung.

aku cuma menggeleng-gelengkan kepala dan kembali memberi makan kucing-kucing.

"oia, mana pengawalmu? kok dia enggak ikut? kau usir?" tanya Armin sambil mengunyah Sandwich buatanku
"gak tau, katanya tadi malam dia bakal mengawasi rumah 24 jam. tapi tadi pagi aku gak liat dia di manapun. well, aku juga gak leluasa kalau ada dia yang ngikutin aku terus kan?"
"hum... iya setuju, kenapa juga harus di kawal, emangnya kau ini Miss Universe? aku yang keturunan Raja Charles aja gak pake pengawal"
"hahaha, keturunan keberapa...?"
"ke seratus sekian lah,,,"
tawaku meledak.
sebenarnya aku sudah menahan tawaku dari tadi. tapi ternyata aku tidak tahan.
"hahaha... apaan sih! kau kok bisa lucu gini? cocok jadi stand up Komedi"
"kemana aja sih nyonya besar? aku sama Ziya kan sering ngakak-ngakak gak jelas. bahkan kau pun sering ikutan... yah, setauku emang kau cuma banyak senyum aja. gak tau pikirannya kemana..."
'yah, maaf. aku selalu memperhatikan Ziya' jawabku dalam hati.

"serius, kamu lucu.... apa lagi soal handuk jatuh tadi. kok bisa sih kau enggak sadar kalau kau itu gak pakai boxer?" aku mengalihkan pembicaraan
"aih di bahas lagi, iya aku lupa kalau aku cuma pake sempak! puas?" wajahnya memerah
"konyol banget hahaha, masa bisa lupa. seharusnya kan kamu udah sadar sih... ahahaha aduh gak tahan..." aku terus tertawa cekikikan
ia kembali menatapku dalam sedangkan aku masih tertawa geli mengingat tingkah bodohnya tadi.
Armin menggengam lembut tanganku dan mendekatkan wajahnya kewajahku. tangan kanannya yang bebas juga secara perlahan menarik daguku.
tentu saja aku terdiam.
aku tau apa yang akan dia lakukan padaku. aku ingin menolak tapi tubuhku berkelakuan lain.
aku terpaku dengan kelakuannya. mata kami saling bertatapan dan aku merasakan hembusan nafasnya yang masih beraroma pasta gigi di hidungku.
"armin..." desisku
"uhm!" ia memberiku isyarat untuk diam.
tanpa kusadari aku sudah memejamkan mataku dan siap menerima apapun yang akan dia lakukan padaku. sejujurnya aku penasaran apa yang akan dia lakukan? ini adalah pengalaman pertama bagiku.

sedetik kemudian hidung kami besentuhan. jantungku langsung berdegup kencang begitu kulit tipis kami saling mendorong. seperti ada listrik yang mengalir di wajahku. darahku seperti naik secara keseluruhan ke wajahku. kakiku mati rasa dan tanganku berkeringat dingin.
apakah yang akan terjadi pada tahap selanjutnya? aku benar-benar penasaran. aku penasaran pada setiap efek yang tubuhku rasakan. penasaran pada setiap ssensasi sentuhan-sentuhan magisnya.

hingga ia menempelkan bibirnya di atas bibirku.
kepalaku seperti melayang dan temperatur tubuhku mendadak meningkat. seperti sedang demam. aku juga seperti mendengar nyanyian merdu entah lagu apa, artis mana... kepalaku kosong. mungkin ini yang di sebut-sebut orang dengan 'fly'.
ia kembali mengecup bibirku dan melumat bibir bawahku lebih dalam. aku hanya diam tak tau harus apa. tapi tekanan di bibirku sangat kuat sehingga aku membuka mata dan mendorong tubuhnya dengan kuat.

"Armin!!!" bentakku. aku melotot dan nafasku memburu. wajahnya juga mulai pucat pasi. aku menamparnya yang menurutku sudah sekuat tenaga tapi  dilihat dari efeknya sih, tidak terlalu kuat. tapi pasti memberikan dampak yang mengagetkan untuk Armin.

aku langsung bangkit dan pergi dari kos Armin. kenapa aku menamparnya? bukankah aku juga menimati hal yang barusan? oh tuhan... tampar aku!!!
aduh, apa yang barusan aku lakukan?!!


****

Episode 7

kakiku berhenti di kampus. sebuah tempat yang sebenarnya tidak ingin ku kunjungi. kepalaku di hujani memori yang terjadi di kontrakan Armin tadi pagi. aku pasti sudah gila karena diam saja menerima perlakauan Armin. entah setan apa yang merasuki diriku sehingga aku diam saja tadi malah menikmati dan menantikan. aaaarrrggghh!!! tidak tidak tidak! aku harus melupakannya! bagaimana pun aku tidak memiliki perasaan khusus terhadap Armin dan kejadian barusan adalah kecelakaan. ya, kecelakaan.

aku berjalan pelan tanpa tujuan. melewati fakultas kedokteran, keguruan, pertanian, dan akan segera sampai di perpustakaan. sudah seminggu aku tidak berkunjung ke sana. mungkin dengan membaca buku bisa membuatku lebih tenang dan melupakan kejadian barusan.

perpustakaan kampus masih seperti biasanya. masih menjadi bangunan tertua di kampus yang terjaga kebersihannya dengan di naungi dua pohon akasia di sisi kanan dan kiri. cahaya matahari menembus dedaunan membuat gedung tua ini terlihat menggiurkan di mata kutu buku. sebenarnya jiwaku juga selalu terpanggil untuk masuk kedalam gedung setiap kali aku melewati perpus.
aku melangkahkan kakiku masuk kedalam saat itu juga aku melihat sosok Armin dari pintu Perpus yang terbuat dari cermin. dia mengejarku. sial, kenapa dia tau aku akan ke Perpus? apa wajahku seperti kutu buku?

kupercepat langkahku dan langsung naik ke lantai dua. sedikit berlari kecil dan menyelinap di balik deretan lemari buku. syukurlah disini tidak banyak Mahasiswa. jadi tidak akan ada yang memandang aneh pada diriku yang tengah mengendap-endap seperti maling yang bersembunyi dari kejaran polisi.

aku mengintip-intip dari celah-celah buku ke arah tangga. menanti kedatangan Armin yang sangat aku takuti. takut? aku takut? kenapa? bukankah dia temanku? apa yang harus aku takutkan? apa aku takut dia menyerangku? tidak mungkin, ini kan di depan umum. lagian, mungkin dia khilaf. ah.. tidak! namanya laki-laki tidak kenal kata khilaf. cuma ada dua jenis laki-laki di dunia, kalau gak Bajingan ya Homo. itu sih kata orang. tapi menurutku lelaki itu terbagi dua juga, antara Matang dan Busuk. kalau lelaki tidak matang, pastinya busuk. udah gitu aja. lalu Armin termasuk yang mana? aku tidak berani mengkatagorikannya.

tak lama terlihatlah sosok Armin yang sedang terengah-engah. dia pasti mencariku di bawah dan menaiki tangga sambil berlari. bahkan dia sempat membungkukkan badan karena kecapekan mungkin, entahlah. dia mulai berjalan mengitari barisan-barisan rak buku, mencariku.
ketika tubuhnya hilang di rak buku yang sedikit jauh dariku, aku keluar dari persembunyian menuju tangga dengan cepat. berharap dia tidak melihatku turun. tapi sialnya, dia melihatku dan kami bertabrakan mata. aku langsung berlari menuruni tangga seperti kesetanan. Armin mengejarku

"Erka,, tunggu..." katanya sedikit pelan karena di perpustakaan tidak boleh ribut.
aku tak perduli dan terus menuruni anak tangga dengan cepat sampai tidak sengaja kakiku terpeleset dan aku merasakan engsel kakiku terkilir. beruntung aku cepat memegang pegangan tangga, jadi tubuhku tidak terguling-guling, tapi kakiku tetap sakit.
Armin langsung meraih dan menarik tanganku.
"kenapa kau menghindariku?"
"lepasin ih!" rontaku
mungkin karena aku terlalu bernafsu untuk pergi meninggalkan Armin, aku terlalu kuat menarik tanganku dan aku terhempas ke belakang. tapi Armin sigap memegang tanganku lagi.
"Erka, aku minta maaf iya aku salah... aku minta maaf..." serunya
"Armin, aku lagi gak mau nengok mukak kau! paham?"
"...." Armin terdiam dan dia melepaskan tanganku lembut. matanya kosong. mungkin kata-kataku seperti petir yang menyambar dirinya. wajahnya sedikit pucat seperti orang sakit di tambah keringat jagung yang mengalir di seluruh tubuhnya.

aku menuruni tangga pelan-pelan. kakiku pasti terkilir.

"nona, kenapa tidak mengabariku kalau nona akan pergi! saya pasti mengantar anda" si Pengawal sudah menungguku di depan pintu perpus. aku tak terlalu menghiraukannya. aku berjalan tertatih melewatinya. "jika tuan tau apa yang terjadi pada kaki anda, saya bisa kena begal ini" serunya dan menepuk jidad "biar saya bantu, nona mau kemana?"

"hei, kau ini pengawal kan? pasti akan menuruti apa perintahku kan?" aku berdiri menghadap dirinya. mataku sengaja aku besarkan untuk menambah tekanan bahwa aku sedang sangat serius.

"ya,, iya sih. tapi tugas saya adalah melindungi anda nona, saya..."

"tinggalkan aku sendiri..." potongku "aku butuh waktu untuk sendiri" kemudian aku berjalan lagi.

Sialnya kaki ini tidak bisa menahan sakit keseleo tadi. well aku berhenti berjalan dan membuat si pengawal juga heran. dia masih berdiri di belakangku tidak melakukan apa-apa.

sakit...

"kau seharusnya bilang saja terus terang kalau kau membutuhkan pertolongan! kenapa gengsimu ini tinggi sekali?" Armin datang dan langsung menggendongku

"hei! apa-apaan ini... kenapa kau melakukan... hei..! turunkan aku, Bodat!" aku meronta dalam gendongannya.

"ssstt! kau ini perempuan tapi kenapa kata-katamu kasar kali sih! gak ada manis-manisnya sikit pun! sebagai kawan, malu aku kau buat" Armin berjalan cepat. aku tidak tau kemana ia akan membawaku

"aku kan udah bilang, aku lagi gak mau liat mukakmu! turunkan aku"

"jangan liat kalau gitu, gak repot kan?"

"armin!!" bentakku dan turun dari tangannya

"apaan sih, mana ada tuan putri di gendong ngamok-ngamok!!" serunya tak mau kalah.

"..." lama aku terdiam dan menunduk "aku malu" kataku pelan

"aku tau..." Armin memainkan poninya dengan jari telunjuk dan jempol. walaupun aku tidak melihatnya tapi aku tau apa yang sedang ia lakukan.

keheningan terjadi diantara kami cukup lama. aku masih dengan gengsiku yang tinggi dan dirinya yang tidak tau harus bagaimana. benar-benar membuatku semakin gugup.

"udahlah, kau tutup aja mukakmu pake tangan" katanya seraya mengarahkan tanganku untuk menutup mata dan wajahku.
"bisa di bunuh mamakku, aku! kalau ku biarkan perempuan kesakitan kek gini. lagian kaki kau sakitnya kan karena ngindarin aku!"

"banyak yang lihat..." bisikku

dapat kurasakan jarinya yang menyentuh punggung dan pahaku. aku masih menutup mata dan wajah, sangat malu.

"gak usah pedulikan, kan kita gak kenal mereka. keretaku (sepeda motor) pun ku parkirin di dekat sini" mendengar jawabannya, semakin ku dekapkan wajahku pada punggung tanganku. kenapa hal ini bisa terjadi padaku? tuhan!!! cerita apa yang kau siapkan untukku disini?

kami sampai di organisasi PMI kampus. aku di rawat oleh mahasiswi-mahasiswi cekatan berseragam putih dengan simbol-simbol palang merah pada umumnya. ini kali pertama aku datang ke markas PMI di kampus. tak kusangka markas ini membangkikan kenangan lamaku yang telah lama terkubur. kenangan saat aku di tabrak mobil pribadi. kejadiannya ketika aku masih duduk di sekolah dasar. yang aku ingat saat itu adalah wajah mama yang menangis dan bau alkohol khas rumah sakit. saat itu tanganku patah dan kepalaku terbentur keras. dokter bilang, melihat kondisiku yang kekurangan banyak darah seperti itu, seharusnya aku sudah tidak tertolong. tapi tuhan berkata lain. saat aku SMP, semua bekas luka sudah hilang kecuali bekas jahitan di dahi dekat tumbuhnya poni.

"ini harus sering di kusuk pake minyak kelapa hijau kak, biar cepat sembuh. tapi gak parah kok. mungkin dua hari udah sembuh total" kata salah seorang anggota PMI.

"makasih ya dek, untung kelen pinter soal yang kek gini, kalau gak? pusing lah aku.." seru Armin dan terbahak
mereka semua tertawa mendengar perkataan Armin. kemudian kami keluar markas dan duduk di teras sambil memakai sepatu.

"maunya sih, kakimu itu ada luka permanennya, biar kunikahi kau! kan enak" candanya
"kepalamu!" jawabku.
"maaf yah,,,"
"yaudah lah, aku mau pulang..." seruku berjalan pelan. walau pun masih tertatih tapi sudah sedikit mendingan.

sesampainya di kontrakan, aku langsung masuk kamar dan merebahkan badanku di tempat tidur. hari ini sungguh Amazing day! ada kejadian begitu di kontrakan Armin, ada kejadian begitu juga di depan perpustakaan. ya ampun...!! rasanya hidupku yang monoton akan segera berakhir.

***

Episode 8

*yusuuull :v




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Guru dan Murid Broken Home

Legenda Putri Duyung dan Istana Kecil

JUST